DUMAI.MEDIARINGKUS.COM - Kasus illegal logging atau juga disebut penebangan liar hingga kini masih marak terjadi. Tak jarang, praktik perusakan hutan itu menyebabkan konflik manusia dengan binatang.
Kurangnya kesadaran hingga kurang tegasnya pemerintah dalam menindak pelaku illegal logging disinyalir menjadi penyebab utama kerusakan hutan. Aturan hukum pidana untuk pelaku illegal logging juga kian dipertanyakan.
Sementara di kota Dumai daerah kecamatan Sungai Sembilan masih adanya praktek pembalakan liar illegal logging yang di lakukan oleh beberapa orang kelompok sebagai bisnis mereka dan melibatkan masyarakat sebagai pekerja yang kurang memahami bahayanya kegiatan illegal logging tersebut.
Dikabarkan dari sumber masyarakat disana mengatakan kegiatan illegal logging disana sudah lama berjalan bahkan sebelumnya sudah pernah ada penangkapan namun hanyalah perkerja dan sebagai pembisnis yang menyediakan semua fasilitas kegiatan pembalakan liar itu lolos bagaikan hilang di bawa angin.
"Dulu pernah ada penangkapan namun pekerja saja pak dan si bos nya hilang. Sekarang mereka buka kembali hinga saat ini dan kayu nya di letakkan di gudang mereka masing masing pak." sebut salah satu masyarakat disana yang tidak ingin disebutkan namanya, Rabu, 27 Maret 2024.
Aturan Hukuman Pidana Pelaku Illegal Logging
Melansir Ppid.menlhk.go.id, pelaku kejahatan illegal logging dijerat dengan Pasal 19 Huruf A dan atau B Juncto Pasal 94 Ayat 1 Huruf a dan atau Pasal 12 Huruf E Juncto Pasal 83 Ayat 1 Huruf B, Undang-Undang (UU) Nomor Azzam 4c 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Dalam peraturan tersebut, ancaman sanksi pidana pelaku illegal logging yaitu penjara maksimum 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar. Meski sanksi tersebut bisa dibilang cukup berat, faktanya penegakan hukum pidana illegal logging belum dilakukan dengan maksimal.
Mengapa Penegakan Hukum Illegal Logging Masih Lemah?
Penegakan hukum bagi pelaku illegal logging yang masih lembek ini, menurut Deasy Soeikromo dalam karya ilmiahnya yang dipublikasikan di Jurnal Hukum Unsrat pada 2016, dikarenakan beberapa permasalahan yang muncul di antaranya:
Peraturan dan kebijakan yang ada tidak dapat menyelesaikan permasalahan khususnya kejahatan lingkungan.
UU No. 23 Tahun 1997 jo UU No. 32 Tahun 2009 tidak dapat menjadi instrumen yang efektif untuk melindungi lingkungan.
Sementara perkembangan teknologi diikuti perkembangan kualitas dan kuantitas kejahatan yang semakin canggih dan seringkali menimbulkan dampak internasional regional dan nasional.
IGM Nurdjana dalam bukunya berjudul Korupsi dan Illegal Logging mendefinisikan illegal logging sebagai rangkaian kegiatan yang mencakup penebangan, pengangkutan, pengolahan hingga jual beli kayu secara tidak sah. Kerugian yang diakibatkan pembalakan liar tidak hanya dari aspek ekonomi, tetapi juga mencakup sosial dan budaya.
Adapun dampak-dampak illegal logging sebagai berikut:
Saat musim hujan wilayah Indonesia sering dilanda banjir dan tanah longsor, berkurangnya sumber mata air di daerah perhutanan, semakin berkurangnya lapisan tanah subur. Dampak yang paling kompleks dari adanya illegal logging yaitu pemanasan global, mengakibatkan kerugian bagi negara, serta kelangsungan makhluk hidup di sekitarnya karena bencana alam akibat illegal logging.(tim